"Saya sudah minta tolong distributor agar bantu mengirimkan baju pesanan itu, tapi, mereka tetap tak bisa. Saya mohon maaf betul sama Kak Pah. Saya benar-benar tak menyangka kondisinya seperti ini."
Kembali perempuan itu terdiam.
"Baiklah, Bu..nggak apa-apa. Maaf, saya merepotkan. Saya pamit dulu."
Di jalan, wajah anak-anaknya tergambar di pelupuk mata. Langkahnya terasa berat. Dadanya terasa sesak. Kelopak matanya berlinang.
"Hore...Mak pulang!" sorak Si Kakak.
"Mana bajunya, Mak? Sudah ada?"
"Sabar ya," jawab Kak Pah dengan senyum dipaksa.
"Hore..! Kita punya baju Lebaran, dek. Asyik...!"
"Iya, Kak...," jawab si Adek merangkul sang Ibu.
Malam jelang tidur, adik kakak itu menyampaikan pada ibunya, usai shalat idul fitri besok, mereka akan bertamu ke rumah kawan-kawannya.
Artikel Terkait
Tanah Itu Membatu
Nasi Padang
"Cinta yang Mungkin Ada"
MengingatNya
"Mumpung Harganya masih Murah"
Si Karengkang
Dalam Keheningan
Rindu Rumah Ibu
Sesudah Salam dan Setelah Berbuka
Puisi yang Disempurnakan
Talbiyah Mak Ijah
Mut
Awet
Merantau