Cerpen: Fery Heriyanto
"Mak, surat untuk masuk asrama haji sudah kita terima. Insya Allah, kita jadi berangkat," ucap Ros pada ibunya seraya memperlihatkan surat dari Panitia Penyelenggara Ibadah Haji.
"Alhamdulillah, Nak. Semoga Allah mengizinkan keberangkatan ini," balas Mak Ijah dengan wajah berbinar. "Aamiin. Semoga ya, Mak," balas anaknya.
Sejak mendaftar Haji sekitar 15 tahun lalu, Mak Ijah memang selalu membayangkan akan bisa berangkat menunaikan Rukun Islam kelima. Dalam beberapa kesempatan, saat berkumpul dengan anak dan menantunya, secara tak sengaja nenek enam cucu itu berucap, belum lengkap hidupnya kalau belum memenuhi panggilan Allah SWT ke Tanah Suci. Makanya, saat usia 55 tahun, dia bersama anak dan menantunya mendaftarkan diri untuk menunaikan ibadah haji. Dan kini, harapan untuk sampai ke Baitullah sudah tiba.
"Alhamdulillah ya Allah. SeruanMu segera kami penuhi. Berilah hamba kesehatan dan kekuatan untuk sampai ke Baitullah," harap Mak Ijah dalam doanya.
**
Sejak surat masuk asrama haji sudah diterimanya, Mak Ijah mulai menyiapkan segala sesuatunya. Baju, perangkat shalat, serta hal-hal lainnya dimasukannya dalam tas peninggalan sang suami. Setiap kali merapikan baju dalam tas tersebut, bibir Mak Ijah tanpa sengaja melafazkan talbiyah.
"Labbaikallaahumma labbaika, labbaika laa syariika laka labbaika, innal hamda wanni’mata laka wal mulka laa syariika laka."
Setiap kali memasukan barang-barang keperluan selama berada di Tanah Suci, lafaz tersebut selalu diucapkannya. Begitu pula selesai shalat. Lafaz tersebut pelan-pelan diucapkan bibir perempuan tua itu. Berulang kali. Bahkan, pernah, usai mengaji selesai Subuh, lafaz tersebut diucapkannya dengan suara yang jelas dan agak keras. Sampai orang dalam rumah sederhana itu mendengar.
"Mak...Mak...minum dulu," ucap anaknya yang bungsu.
Rencana keberangkatan Mak Ijah ke Tanah Suci juga sudah tersiar ke warga desa. Satu per satu setiap warga yang dijumpainya, Mak Ijah minta doa dan maaf.
"Maafkan nenek ya, jika selama ini nenek ada salah. Bantu juga doa ya," ucapnya setiap jumpa orang-orang. Tidak sedikit pula warga yang minta didoakan oleh Mak Ijah jika sudah sampai di Makkah. Biar mereka bisa juga memenuhi panggilan ke Baitullah.
"Insha Allah, semua kita di desa ini nenek doakan. Beri maaf nenek ya. Semoga bisa menyelesaikan seluruh rangkaian ibadah haji," ucapnya lagi.
Begitulah. Rencana keberangkatan Mak Ijah ke Tanah Suci sudah mendapat restu warga desa. Bahkan diantaranya ada yang memberinya baju gamis, perangkat shalat, dan makanan selama berada di Tanah Suci.
**
Dua hari jelang masuk asrama haji, tiba-tiba Mak Ijah merasa kurang enak badan. Oleh anaknya dibawa ke puskesmas desa. Berdasarkan pemeriksaan, Mak Ijah hanya sedikit kelelahan dan diajurkan mengonsumi makanan dan minuman bernutrisi untuk menjaga ketahanan tubuh.
"Insya Allah, Mak tak apa-apa. nanti juga sembuh," ucapnya meyakinkan seluruh anak-anaknya.
Tepat hari keberangkatan, Mak Ijah, anak, dan menantunya pamit dan diantar oleh sejumlah warga desa sampai pelabuhan. Mak Ijah tampak menguatkan diri untuk memulai perjalan sekitar enam jam menuju asrama haji. Sesampai di asrama haji, Mak Ijah dan rombongan calon haji lainnya menginap satu malam sebelum diberangkatkan ke Tanah Suci.
Pagi Subuh saat seluruh rombongan hendak diberangkatkan ke Bandara untuk diterbangkan ke Arab Saudi, tiba-tiba Mak Ijah merasakan badannya kembali kurang sehat. Mak Ijah pun langsung diperiksa di klinik kesehatan embarkasi haji. Dari diagnosa dokter, Mak Ijah dinyatakan tidak layak untuk berangkat. Atas berbagai pertimbangan, Mak Ijah harus dirawat.
"Jika kondisi beliau sudah baik, bisa diberangkatkan dengan kloter selanjutnya. Kita doakan," ucap dokter dan petugas haji. Dengan berat hati, anak dan menantunya, berpisah di asrama haji.
"Mak, kami berangkat dulu ya. Mak istirahat ya. Kami doakan semoga Mak cepat sembuh. Nanti kita jumpa di Makkah ya," ucap Ros dan menantunya sambil memeluk tubuh perempuan tua itu dengan mata berlinang. Mak Ijah hanya mengangguk dan menatap teduh pada mereka. "Insya Allah. Doakan Mak ya," ucap Mak Ijah lirih.
Setelah rombongan anak dan menantunya berangkat, atas saran dokter, Mak Ijah dirawat di rumah sakit. Setelah dirawat beberapa hari di rumah sakit, kondisi Mak Ijah belum juga menunjukan tanda-tanda membaik. Bahkan kondisinya kian menurun. Namun, begitu, selama di pembaringan, bibir Mak Ijah tetap melafazkan talbiyah. Bahkan di tengah tidurnya pun lafaz tersebut terucap dari bibirnya.
Hampir sepekan dirawat, Mak Ijah masih tetap lemah. Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya, perempuan itu dibawa kembali pulang ke rumahnya. Sebagian warga desa menyambutnya.
"Mak sabar ya. Insya Allah, jika sehat, tahun depan Mak bisa berangkat," ucap keluarga dan warga desa menyemangati perempuan itu. Mak Ijah berusaha menguatkan dirinya. Namun, faktor usia telah membuat perempuan itu tampak lemah.
Selama dirawat di rumah, ada saja warga yang bertamu dan memberi semangat pada Mak Ijah. Dalam beberapa kesempatan, ada juga yang menghiburya dengan melakukan video call dengan Ros dan suaminya yang tengah berada di Tanah Suci. Saat itulah, suara talbiyah Mak Ijah makin jelas terdengar.
"Labbaikallaahumma labbaika, labbaika laa syariika laka labbaika, innal hamda wanni’mata laka wal mulka laa syariika laka."
Lafaz yang diucapkan Mak Ijah, tidak sedikit warga yang menitikan air mata. Kerinduannya pada Tanah Suci bagai menggunung. Harapannya untuk melengkapi Rukun Islam bagai memuncak. Namun, tubuh tua itu tengah terbaring. Ditengah istirahatnya pun, Mak Ijah tak henti melafazkan talbiyah.
**
Lebih sebulan dirawat di rumah, kondisi Mak Ijah mulai membaik. Apalagi dapat kabar, tidak lama lagi rombongan anak dan menantunya akan kembali ke Tanah Air. Saat seperti itu, Mak Ijah menyampaikan keinginannya untuk menunaikan haji tahun depan.
"Insya Allah, Mak. Kami doakan, mudah-mudahan Mak bisa berangkat. Panitia haji juga sudah sampaikan, jika Mak sehat, tahun depan bisa berangkat," ujar anaknya yang bungsu.
Sejak kabar anak dan menantunya akan pulang, Mak Ijah sudah sering duduk di ruang depan rumah. Matanya selalu memandang ke pagar. Tatapannya hendak segera berjumpa sang anak dan menantu.
"Mak, Insya Allah, kakak dan abang sudah pulang. Sekarang mereka lagi di asrama haji," ucap si bungsu memberi kabar.
Wajah Mak Ijah terlihat cerah. "Semoga mereka pulang tepat waktu," ucap Mak Ijah singkat.
**
"Mak, kakak dan abang sudah di pelabuhan. Mereka sudah nak jalan ke rumah," ucap si bungsu tiba-tiba.
Perlahan Mak Ijah bangkit dari kursi dan berjalan ke depan. Tidak sampai sepuluh menit, Ros dan suaminya turun dari mobil. Setengah berlari mereka langsung ke rumah dan memeluk erat Mak Ijah. Rindu karena berpisah lebih 42 hari melahirkan air mata antara anak dan ibunya.
"Mak, Ros bawakan mukena untuk Mak," ucapnya yang langsung mengenakan pada Mak Ijah. Perempuan itu tampak senang. Dielus-elusnya mukena itu.
"Mak tengah melihat Ka'bah, Nak," ucap bibirnya.
"Labbaikallaahumma labbaika, labbaika laa syariika laka labbaika, innal hamda wanni’mata laka wal mulka laa syariika laka..." lirih Mak Ijah. "Labbaikallaahumma labbaika, labbaika laa syariika laka labbaika, innal hamda wanni’mata laka wal mulka laa syariika laka..."
Mak Ijah tersenyum. Dielusnya pipi Ros yang basah oleh air mata. "Alhamdulillah, nak. Ros sudah hajjah. Alhamdulillah..." ucapnya.
"Ros selalu doakan Mak disana," balas Ros sambil menggenggam jari yang keriput itu.
"Mak bahagia Ros sudah balek. Alhamdulillah," lirihnya lagi.
Di tengah kebahagian itu, Mak Ijah minta diantarkan ke kamar. Dengan tetap mengenakan mukena putih itu, perempuan itu dipapah Ros dan suaminya. Sambil berjalan pelan, Mak Ijah kembali melafazkan talbiyah dengan pelan. Sesampai di tempat tidur Mak Ijah tersenyum. Kembali dielusnya pipi Ros.
"Labbaikallaahumma labbaika, labbaika laa syariika laka labbaika, innal hamda wanni’mata laka wal mulka laa syariika laka..." bibirnya berucap. "Allahu Akbar...Lailahaillallah Muhammadarrasulullah...," ucapnya lagi. Mak Ijah menutup mata untuk selamanya. ***
Asrama Haji Batam 1438 H/2017
*) "Oleh-oleh kedua" selama meliput penyelenggaraan haji di Embarkasi-Debarkasi Batam.
--- Fery Heriyanto, alumni Sastra Indonesia, Universitas Sumatera Utara (USU) Medan. Alumni Teater O USU Medan. Sekarang jurnalis di Kepri.***