Cyber Theology

- Jumat, 7 Oktober 2022 | 13:54 WIB
H. Muhammad Nasir. S.Ag., MH. (haluankepri.com)
H. Muhammad Nasir. S.Ag., MH. (haluankepri.com)


Oleh: H. Muhammad Nasir. S.Ag., M.H., Kakan Kemenag Lingga

Baru-baru ini istilah cyber theologi banyak diperbincangkan di kalangan para ilmuan. Karena istilah ini sangat erat kaitannya dengan dua kutub perkembangan ilmu pengetahuan yang berbeda yaitu pengetahuan agama dan pengetahuan budaya.

Pada awalnya istilah ini dikenal dengan cyber culture yang mengacu pada perkembangan budaya manusia. Dari perkembangan inilah muncul faham-faham baru yang memandang bahwa perkembangan ilmu pengetahuan tidak dapat dipisahkan dengan pandangan agama (baca: Islam).

Cyber culture merupakan sebuah perspektif bermakna sebagai sebuah cara pandang yang melihat bahwa ada aktivitas kultural yang tercipta dari interaksi manusia melalui jaringan internet global (Kozinets, 2010).

Pandangan ini bermula dari pemikiran budaya dan aktivitas manusia sebagaimana dua sisi mata uang. Segenap aktivitas manusia dan hubungan antar manusia akan menghasilkan budaya. Sikap dan pandangan ini juga berlaku terhadap segala aktivitas manusia dan interaksi sosial di jagat maya.

Dalam jagat maya interaksi sosial juga terjadi pada ranah online game (permainan di dunia maya). Para pengguna sebuah permainan online kerap bekerja sama untuk menyelesaikan suatu misi. Jalinan interaksi sosial diantara mereka juga mengarah kepada pembentukan kelompok-kelompok dan aliansi-aliansi dalam sebuah permainan game.
Disamping permainan geme, aktivitas ekonomi tersedia pula di ruang sosial dunia maya ini. Para pengguna beritransaksi dengan berbagai item yang dibutuhkan dan digunakan dalam permainan online. Ada yang menukarkannya dengan sejumlah uang, tetapi ada juga yang menggunakan alat tukar yang telah ditentukan oleh penyedia layanan permainan online.

Adapun game yang terkenal dan mendapatkan perhatian serius oleh generasi milenial adalah Game World of Warcraft yang disingkat dengan WoW. Game WoW adalah permainan peran daring multipemain masif yang dirilis pada tahun 2004 oleh Blizzard Entertainment.

Bagaimana aktivitas permainan ini tentu tidak kita uraikan disini. Namun Ketika Jose Vallikatt (1978) , seorang Alumnus Universitas Sekolah Media dan Komunikasi RMIT, India menganggap bahwa game WoW menawarkan misteri dan pengalaman transenden kepada pemainnya dan pemain bisa tenggelam secara sadar atau tidak sadar karena memiliki karakter religius dan memberikan kepuasan spiritual kepada pemainnya. Banyak yang menganggap bahwa permainan ini akan melahirkan generasi hiper-modern (terlalu mengagungkan permainan modern).

Anggapan ini tentu sangat berlebihan karena tidak mungkin permainan yang bersifat profan dapat berubah menjadi sesuatu yang sakral. Bagaimanapun canggihnya sebuah permainan tidak mungkin memiliki karakter yang dapat memberikan kepuasan spiritual.
Jika hal ini diyakini sebagai mana pendapat Vallikatt, maka faham ini sangat bertentangan dengan kebenaran iman, dan tergolong syirik karena meyakini sesuatu memiliki spirit Ketuhanan atau menuhankan sesuatu selain Allah SWT.

Permainan tidak dapat menjawab persoalan kebutuhan batin walaupun ia memberikan kepuasan sesaat dan mengasikkan. Disinilah manusia modern banyak tertipu karena anggapan yang keliru dalam memahami makna kepuasan batin. Dari pemahaman inilah penulis beranggapan bahwa kehidupan dunia maya tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan beragama.

Pemahaman tersebut perlu diluruskan sehingga memberikan pemahaman yang tepat dalam memaknai spiritualitas dalam kehidupan sosial dunia maya yang sedang kita hadapi.

Dimensi spiritualitas sangat berkait dengan ruh Ketuhanan yang hanya dipahami melalui penghayatan keagamaan. Penghayatan tersebut merupakan proses perjalanan iman ke dalam diri manusia, bukan disebabkan oleh aktifitas permaianan sebagaimana diyakini di atas.

Rasa nyaman dan senang dalam permainan hanyalah efek psikologis yang diakibatkan oleh rasa kepuasan yang tersalurkan. Ia tidak memiliki karakter religius apalagi memberikan kepuasan spiritual. Maka permainan dalam kontek tehnologi modern hanyalah transformasi digital bukan tranformasi spiritual. Oleh sebab itu dalam artikel singkat ini penulis ingin menegaskan bagaimana dunia maya yang sedang kita hadapi dalam kaitannya dengan faham keagamaan dan adakah bertentangan dengan aqidah Islam.

Keberadaan dunia maya hanyalah akibat perkembangan teknologi komunikasi-informasi. Teknologi ini telah membagi dunia menjadi dua dimensi yaitu dimensi dunia nyata (real world) dan dimensi dunia maya (cyberspace ).

Selain itu perkembagan teknologi komunikasi dan informasi juga telah memaksa manusia sejagat larut dalam arus kehidupan maya yang tak bertepi. Di alam dunia maya manusia seakan-akan hidup dalam jaringan sosial tanpa batas. Tata perilaku manusia dipaksa menyesuaikan dengan teknologi yang dirancang manusia itu sendiri. Hal ini sejalan dengan salah satu ungkapan populer dari Marshal McLuhan, "we create aur tools and then in turn aur tools shape us" ( kami membuat alat dan kemudian alat itu yang membentuk kami").

Halaman:

Editor: Feri Heryanto

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Benarkah Ada Makam Misterius di Rumah Ahmad Dhani?

Senin, 6 Februari 2023 | 15:34 WIB

Anak Ini Dianggap Kecanduan Baca Buku, Siapa Dia?

Rabu, 18 Januari 2023 | 08:24 WIB

Jangan Pelit Memberikan Pujian untuk Orang Lain

Sabtu, 14 Januari 2023 | 11:01 WIB

Cara Mengatasi Rambut Rontok Pada Wanita

Sabtu, 24 Desember 2022 | 21:33 WIB

Cyber Theology

Jumat, 7 Oktober 2022 | 13:54 WIB

Inilah 4 Kesalahan dalam Diet Hingga Mengurangu Efisiensi

Selasa, 27 September 2022 | 18:18 WIB
X