Nataru dan Re-Imagining Life

- Jumat, 24 Desember 2021 | 10:53 WIB
H. Muhammad Nasir. (istimewa) (H. Muhammad Nasir. (istimewa))
H. Muhammad Nasir. (istimewa) (H. Muhammad Nasir. (istimewa))

Oleh : H. Muhammad Nasir, SAg, MH, Kakan Kemenag Lingga

Momentum tahunan yang menjadi perhatian menarik dalam tatanan sosial berbangsa dan beragama adalah Nataru (natal dan tahun baru). Kedua momen ini menjadi penting dalam sistem sosial berbangsa dan beragama karena tahun ini (2021) saat-saat dunia sedang mengalami musibah pandemi covid-19.

Nataru adalah momen yang sarat dengan emosi agama dan emosi sosial. Emosi agama terjadi ketika umat beragama (kristiani) merayakan natal dengan segala konpleksitasnya, sedang emosi sosial terjadi ketika masyarakat melakukan tradisi mudik menikmati libur dengan aturan ketat oleh pemerintah.

Kedua, emosi ini sudah pasti memberikan dampak kepada tata aturan prokes covid-19 yang telah menjadi kebijakan pemerintah. Jika ini tidak diperhatikan dengan bijak dan serius, maka, dikhawatirkan Nataru akan menjadi klaster baru dalam penyebaran covid-19.

Lalu bagaimana kita melihat agar Nataru dapat menjadi momen strategis dan tidak mengganggu kestabilan berbangsa, baik politik, ekonomi dan yang lebih penting kestabilan kesehatan masyarakat. Setidaknya terdapat beberapa langkah yang dilakukan yaitu:

Pertama: memaknai kembali kebebasan beragama dan berekspresi. Kita maklum bahwa Indonesia adalah masyarakat majemuk dan plural. Dalam masyarakat majemuk semua orang memiliki hak-hak yang sama dalam beragama dan berekspesi.

Walaupun demikian tetap mempertimbangkan prinsip kebersamaan dan sikap toleransi. Kebebasan beragama di lindungi oleh undang-undang sebagaimana yang dituangkan dalam UUD 1945 BAB E pasal 29 tentang Agama ayat 1, dan 2: yang berbunyi: Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa; dan Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Dengan demikian agama telah menjadi bagian dari sistem kenegaraan sebagai hasil konsensus nasional dan konvensi dalam praktek kenegaraan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Nataru sebagai momen keagamaan telah dijamin dalam perlindungan hukum. Jaminan hukum sebagaimana dalam Undang-Undang 1945 diatas adalah memberikan kemerdekaan kepada pemeluk agama untuk menjalankan agamanya.

Tetapi dalam kondisi tertentu pemerintah sebagai pelingdung dan pengayom masyarakat berkewajiban memberikan ruang dan tempat yang nyaman kepada masyarakat untuk menjalankan agamanya dengan tidak menganggu kenyamanan orang lain, apatah lagi menjadi klaster baru penyebaran covid-19.

Untuk itu kebebasan beragama dan berskspresi dibatasi oleh faktor yang lebih penting yang bersifat umum yaitu kepentingan orang banyak.

Pada prinsipnya terdapat dua kebebasan dalam ekspresi beragama yaitu kebebasan pribadi dan kebebasan sosial. Kebebasan pribadi adalah kebebasan beragama dalam hubungannya dengan ketaatan dengan Tuhannya. Sedangkan kebebasan sosial adalah ekspresi beragama yang bersentuhan dengan kehidupan sosial seperti kegiatan mudik umat beragama, seremoni keagamaan seperti Haji dan lain sebagainya.

Kebebasan beragama dan berekspresi dalam momen Nataru harus berorientasi kepada kepentingan orang banyak. Di sini hak azazi seseorang harus tunduk kepada hak-hak azazi orang banyak.

Kebebasan beragama adalah hak yang diakui dalam hukum internasional dan di semua sistem hak asasi manusia yang ada di dunia. Indonesia juga telah meratifikasi ketentuan in-ternasional yang terkait dengan perlindungan kebebasan beragama melalui UU No 12 tahun 2005 tentang peratifikasian ICCPR. Pasal 18 ayat (1) Kovenan Hak-hak Sipil dan Politik menyebutkan bahwa, “Setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, keyakinan dan beragama.

Kedua: menangani konflik normatif dengan bijak. Konflik mengandung spektrum yang sangat luas. Dilihat dari bentuknya, konflik dapat dibagi menjadi dua yaitu konflik horizontal dan vertikal. Konflik horizontal adalah konflik yang dilatarbelakangi oleh faktor perbedaan ideologi politik, agama dan keyakinan, ekonomi, dan faktor primordial.

Halaman:

Editor: Feri Heryanto

Tags

Terkini

Puasa Jalan Dekat Menuju Allah SWT

Minggu, 26 Maret 2023 | 12:16 WIB

Ini Adab yang Baik Dilakukan Sebelum Berbuka Puasa

Kamis, 23 Maret 2023 | 11:28 WIB

Ramadhan Attraction

Rabu, 22 Maret 2023 | 10:04 WIB

Doa Menyambut Ramadhan

Rabu, 22 Maret 2023 | 06:55 WIB

Melukis Kehidupan di Kanvas Dunia

Sabtu, 18 Februari 2023 | 15:50 WIB

Spirit Isra' dan Mi'raj Bagi Transformasi Keumatan

Selasa, 14 Februari 2023 | 11:26 WIB

Adab Sholat Jumat saat Khatib Memberi Khutbah

Jumat, 10 Februari 2023 | 07:53 WIB

Keutamaan Menghisab Diri Sebelum Tidur

Selasa, 7 Februari 2023 | 17:15 WIB

Apa Penyebab Lupa dalam Gerakan Sholat?

Minggu, 5 Februari 2023 | 08:45 WIB

Buah Kebaikan dan Jejak Kebaikan

Kamis, 2 Februari 2023 | 09:16 WIB

Menjaga Harmoni Kehidupan

Selasa, 31 Januari 2023 | 17:45 WIB

Pola Distribusi Rezeki

Minggu, 29 Januari 2023 | 10:28 WIB

Berkata Baik atau Diam

Jumat, 27 Januari 2023 | 08:27 WIB

Nasib Malang Tukang Fitnah

Rabu, 25 Januari 2023 | 08:45 WIB

Rezeki dari Allah Tidak Hanya Gaji

Selasa, 24 Januari 2023 | 08:51 WIB

Bagaimana Adab Membaca AlQur'an dari Ponsel?

Kamis, 19 Januari 2023 | 08:42 WIB

Selalu Bertobat

Minggu, 15 Januari 2023 | 14:53 WIB
X