Oleh : H. Muhammad Nasir, SAg, MH, Kakan Kemenag Lingga
Momentum tahunan yang menjadi perhatian menarik dalam tatanan sosial berbangsa dan beragama adalah nataru (natal dan tahun baru). Kedua momen ini menjadi penting dalam sistem sosial berbangsa dan beragama karena tahun ini (2021) saat-saat dunia sedang mengalami musibah pandemi covid-19.
Nataru adalah momen yang sarat dengan emosi agama dan emosi sosial. Emosi agama terjadi ketika umat beragama (kristiani) merayakan natal dengan segala konpleksitasnya, sedang emosi sosial terjadi ketika masyarakat melakukan tradisi mudik menikmati libur dengan aturan ketat oleh pemerintah.
Kedua, emosi ini sudah pasti memberikan dampak kepada tata aturan prokes covid-19 yang telah menjadi kebijakan pemerintah. Jika ini tidak diperhatikan dengan bijak dan serius, maka, dikhawatirkan nataru akan menjadi klaster baru dalam penyebaran covid-19.
Lalu bagaimana kita melihat agar nataru dapat menjadi momen strategis dan tidak mengganggu kestabilan berbangsa, baik politik, ekonomi dan yang lebih penting kestabilan kesehatan masyarakat. Setidaknya terdapat beberapa langkah yang dilakukan yaitu:
Pertama: memaknai kembali kebebasan beragama dan berekspresi. Kita maklum bahwa Indonesia adalah masyarakat majemuk dan plural. Dalam masyarakat majemuk semua orang memiliki hak-hak yang sama dalam beragama dan berekspesi.
Walaupun demikian tetap mempertimbangkan prinsip kebersamaan dan sikap toleransi. Kebebasan beragama di lindungi oleh undang-undang sebagaimana yang dituangkan dalam UUD 1945 BAB E pasal 29 tentang Agama ayat 1, dan 2: yang berbunyi: Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa; dan Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Dengan demikian agama telah menjadi bagian dari sistem kenegaraan sebagai hasil konsensus nasional dan konvensi dalam praktek kenegaraan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Nataru sebagai momen keagamaan telah dijamin dalam perlindungan hukum. Jaminan hukum sebagaimana dalam Undang-Undang 1945 diatas adalah memberikan kemerdekaan kepada pemeluk agama untuk menjalankan agamanya.
Tetapi dalam kondisi tertentu pemerintah sebagai pelingdung dan pengayom masyarakat berkewajiban memberikan ruang dan tempat yang nyaman kepada masyarakat untuk menjalankan agamanya dengan tidak menganggu kenyamanan orang lain, apatah lagi menjadi klaster baru penyebaran covid-19.