Dalam hal ini pemerintah dan tokoh agama tidak dapat memaksakan ketaatan karena ia berasal dari kesadaran. Namun, dapat dilakukan dengan mengajak dan menghimbau dengan bijak. Konflik normatif berbeda dengan konflik sosial. Konflik ini lebih mencerminkan benturan dalam bentuk non fisik, namun akibatnya jauh lebih berbahaya karena dapat melahirkan sentiment beragama dalam masyarakat.
Setiap tahun nataru selalu menjadi isu publik yang berkembang. Isu ini selalu disandarkan kepada nilai-nilai normatif agama. Untuk itu menangani isu yang berkembang tidak cukup dengan aturan regulasi pemerintah. Ia membutuhkan kearifan publik dalam memaknai konflik. Disini masyarakat harus memiliki komitmen untuk menahan diri dari benturan pemahaman sampai ketingkat emosi sosial. Untuk itulah keyakinan agama harus dijadikan tolok ukur pertimbangan. Agama memberikan kesadaran dan arah dalam mengambil kesimpulan dari terjadinya pemahaman yang simpang siur.
Ketiga: Menata ulang kesibukan. Siapa yang tidak sibuk apalagi di era yang penuh ketidak pastian seperti saat ini. Kesibukan makhluk bumi (manusia) sudah melampau ambang batas. Waktu yang 24 jam sehari semalam tidak cukup untuk menyusun schedule aktivitas.
Kehidupan digerogoti oleh kecemasan yang tak menentu yang mengakibatkan lemahnya tatanan keyakinan. Persaingan hidup harus dihadapi dengan serius. Kesemua itu merupakan multiplier effect pandemi global yang belum berakhir. (Dr.Arif Satria: 2021).
Manusia dipaksa melakukan instal ulang tata kehidupan, baik kehidupan ekologis, social ekonomi, kesehatan dan lain sebagainya. Dan yang tak kalah pentingnya kita dipaksa menata ulang kehidupan.
Kebebasan beragama menjadi pendorong membangun model kehidupan kolektif untuk menyatukan visi agama dengan visi bernegara. Antara kesibukan beragama dengan kesibukan bernegara disatukan dalam satu prinsip yaitu prinsif ketaatan. Kesibukan tidak hanya dalam hal-hal yang bertujuan sementara tetapi juga yang bertujuan panjang dan kekal abadi.
Aturan Tuhan dengan aturan negara harus disejalankan, sehingga tidak terjadi abiguitas kebebasan dalam masyarakat. Tuhan akan murka kepada bangsa apabila lari dari ketentuan-Nya. Dan akan diturunkan berkah apabila mengikuti-Nya. Untuk itu kesempatan kita masih ada untuk menunjukkan rasa tunduk kita kepada Tuhan dengan menata ulang kehidupan. Aamiin.***