Oleh: Muhammad Kosim
Suatu ketika, Aisyah RA pernah bertanya kepada Nabi SAW, ”Katakan padaku wahai Rasulullah, apa pendapatmu, jika aku mengetahui suatu malam adalah lailatul qadar. Apa yang aku katakan di dalamnya?”
Beliau menjawab, “Katakanlah (pintalah): Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu anni’ ''Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf yang menyukai permintaan maaf, maafkanlah aku." (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Menarik redaksi pada doa pada malam lailatul qadar tersebut. Dalam doa itu, Allah disapa dengan ‘Afuwun. Bukan Ghafur. Imam al-Ghazali, seperti dikutip M Quraish Shihab dalam Tafsir al-Mishbah, membedakan keduanya. Al-’Afuw mengandung makna menghapus, mencabut akar sesuatu, membinasakan, dan sebagainya.
Baca Juga: Berikut Doa dan Niat Bayar Zakat Fitrah untuk Diri Sendiri dan Keluarga
Sedangkan al-Ghafur berarti menutup, sesuatu yang menutup pada hakikatnya tetap wujud, hanya tidak terlihat, sedangkan yang dihapus, hilang, kalaupun tersisa, paling bekasnya saja. Orang yang mendapatkan maafnya Allah akan terhapus dosa-dosanya. Adakah kebahagiaan yang lebih tinggi dalam hidup ini selain memperoleh ampunan dan maaf Allah SWT?
Dalam kitab Bustanul Khatib diceritakan, sufi kenamaan, al-Hasan al-Bashri (wafat 110 H) didatangi seseorang yang mengeluhkan paceklik dan kekeringan, maka beliau menasihati, "Beristighfarlah." Lalu, datang lagi orang lain mengadukan kemiskinannya, beliau menasehati, "Beristighfarlah." Kemudian datang lagi orang mengadukan masalah sedikitnya anak, sang sufi berpesan, "Beristighfarlah."
Salah satu muridnya bertanya, "Mengapa istighfar menjadi solusi?" Hasan al-Bashri menjawab, "Tidakkah kamu membaca firman Allah SWT dalam surah Nuh ayat 10-12: 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai'."
Baca Juga: Penginapan di Atas Laut di Bintan Jadi Destinasi Favorit Wisman
Orang yang mendapat ampunan dan maafnya Allah SWT juga akan terhindar dari siksa api neraka sehingga ia masuk dalam surga (QS Ali Imran [3]: 133). Bahkan Allah SWT mengurungkan azabnya tatkala di suatu negeri masih terdapat orang yang beristighfar (QS al-Anfal [8]: 33).
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, umat Islam mesti memperbanyak istighfar agar Allah SWT tak menurunkan azab yang sifatnya menyeluruh akibat kezaliman yang dilakukan segelintir orang (QS al-Anfal [8]: 25).
Maka jadikanlah Ramadhan ini sebagai bulan muhasabah, mengingat kembali banyaknya dosa yang telah kita lakukan, sehingga mendorong kita untuk memohon ampunan Allah SWT.
Baca Juga: Usai Rehabilitasi, Ardi Bakrie dan Nia Ramadhani Akhirnya Bebas
Yahya bin Muadz berkata, "Siapa saja beristighfar dengan lisan, tetapi hatinya masih terikat dengan maksiat, masih berniat untuk kembali, serta mengulang dosa setelah bulan Ramadhan maka puasanya ditolak. Dan pintu diterimanya amal menjadi tertutup di hadapan wajahnya."
Hal ini juga pernah diungkapkan Ibn ‘Athaillah al-Sarkandi dalam Buhtaj al-Nufus, "Orang bermunajat mohon ampun kepada Allah tetapi masih tenggelam dalam maksiat laksana seseorang yang sakit lalu meminta obat ke dokter dan meminumnya, tetapi ia membiarkan ular menggigit tubuhnya."
Artikel Terkait
Ajaran Rasulullah SAW bagi Umat Muslim Selama Ramadan
Berikut Tingkatan Orang Puasa Menurut Imam Al Ghazali, Mana Paling Istimewa?
Pada 2030 Ramadan Terjadi 2 Kali, Ini Penjelasan Ilmiah
Bolehkah Membayar Zakat Fitrah Pakai Uang?
Berapa Besaran Zakat Fitrah yang Harus Dibayarkan per Orangnya?
Ingin Utang Anda Cepat Lunas? Amalkan Doa Rasulullah SAW Ini