Oleh: H. Muhammad Nasir. S.Ag, MH, Kakan Kemenag Lingga
Setiap kali kita mengakhiri malam Ramadhan sambil menunggu mentari fajar 1 Sawal Idul Fitri, ketika itu pula terjadi perubahan besar dalam diri orang-orang beriman.
Malam terakhir itu sering kita sebut malam takbir. Setelah maghrib menyingsing suara takbir mulai dikumandangkan di berbagai tempat ibadah dan rumah-rumah orang beriman dengan bersahutan.
Semua bibir membesarkan Allah SWT dengan menyebut nama-Nya dengan suara yang indah menyusup kalbu. Hati terasa bergetar mendengan suara ucapan itu, seakan-akan terungkap rahasia indah dibalik kesunyian malam yang syahdu.
Getaran jiwa terus merayap dengan perasaan senang bahagia. Siapa saja yang merasakannya akan terbawa arus kesedihan yang tak tertahankan karena malam itu kita akan berpisah dengan Ramadhan yang indah dan penuh berkah.
Ramadhan telah mengantarkan kita kembali ke pusat gravitasi dan pusat orientasi hidup yang paling otentik melalui pendekatan taubat memasuki atmosfer Ilahi. Ramadhan telah menitipkan semangat hidup untuk melakukan peningkatan ibadah dan amal soleh. Kita kembali merekonstruksi kemapanan hidup kita yang cenderung pengap dan gelap terkontaminasi oleh berbagai penyimpangan sahwat duniawi. Lalu kita rekonstruksi ulang untuk merevitalisasi ke-fitrian kita atau kesucian batin yang paling dalam.
Kita mereguk nikmat Ilahi di malam fitri dengan bahasa batin sambil melehkan air mata kerinduan dengan Ramadhan yang kita tinggalkan dan kerinduan dengan orang-orang yang kita cintai.
Namun, kerinduan yang paling menyedihkan adalah kerinduan untuk selalu dekat dengan kekasih cinta abadi Rabbul ‘alamin, yang selama Ramadhan selalu kita sampaikan bisikan taubat kepada-Nya.
Disinilah mengapa selama Ramadhan, kita lebih banyak diam, merenung, bermuhasabah, dan memperbanyak komunikasi dialogis dengan diri dan Allah SWT sambil berempati dengan persoalan, penderitaan, kesulitan, dan kesusahan orang lain melalui makna lapar dan dahaga selama puasa.
Tangisan air mata di malam fitri itu merupakan refleksi puasa yang dilakukan. Refleksi ini akan berdampak pada bangunan jati diri kita dalam seiya dan sekata dalam perilaku. Relasi kata dengan perilaku merupakan bukti koreksi diri dan introspeksi batin yang menyebabkan manusia memiliki kepribadian utuh lahir dan batin.
Refleksi ibadah puasa di malam fitri, mengajak kita untuk melihat dan menata kembali kesadaran diri dalam hidup ini. Bila kesadaran itu muncul maka hidup yang selama ini penuh hura-hura akan berganti dengan hidup penuh makna. Hidup yang selama ini penuh pembangkangan akan berganti dengan ketaatan dan hidup yang selama ini penuh dosa berganti dengan pahala.
Di malam itu jiwa kita memanggil , “Wahai Ramadhan, malam ini engkau tinggalkan kami dalam hati sedih dan perih. Selama satu bulan kami telah akrab dengan Allah SWT, kami takut kembali berjarak dan bahkan melupakan-Nya. Hati yang suci yang terampuni, kami takut kembali bergelimang dosa yang tak teratasi. Kami tidak sanggup kembali kecuali atas Rahmat-mu yang meliputi. Liputilah hati kami yang sedih, naungi kami dengan karunia-Mu yang tak bertepi. Angkatlah batin dan hati kami setinggi langit suci yang Engkau ridhai."
Oleh sebab itu wahai saudaraku. Menangislah sekarang! Mari kita beri kesempatan pada diri kita untuk menangis. Karena dengan menangis hati dan fikiran kita aka tercerahkan. Banyak hal yang tidak mesti kita capai dalam hidup, padahal saat yang demikian itu menyebabkan hati kita gelisah dan bahkan marah.
Coba kita bayangkan, banyak orang hari ini termasuk diri kita, hati dan akal kita membatu. Orang-orang demikian tidak akan bisa mencapai tangisan fitri, kecuali dengan taubat dan menyesali diri. Menangislah sebab ia merupakan lambang penyesalan dan sarana taubat kepada Allah SWT sebagaimana dijelaskan-Nya dalam Firman-Nya QS Al-Taubah: 82) yang artinya: “Maka hendaklah mereka tertawa sedikit dan banyak menangis sebagai balasan atas apa yang selalu mereka kerjakan” ( QS 9:82).
Artikel Terkait
Saat Kiamat Datang, Sangkakala pun Ditiup
Yuk Dibaca, Berikut Tiga Fakta dan Keutamaan Ayat Kursi
Ciri Datangnya Lailatul Qadar Dilihat dari Gejala Alam
Memaknai Zakat Fitrah
Silaturahmi Lebaran Miliki Manfaat Luar Biasa