Oleh: H. Muhammad Nasir. S.Ag.MH, Kakan Kemenag Lingga
“Sesungguhnya kami telah memberi-Mu (wahai Muhammad) nikmat yang banyak. Maka sholatlah karena Tuhanmu dan berqurbanlah. Sesungguhnya orang yang membencimu adalah orang yang terputus (dari rahmat Allah).”( Qs.An-Nahr : 1-3 ).
Syariat qurban telah dimulai sejak masa kehidupan Habil dan Qabil putera Nabi Adam AS. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam QS Al-Maidah ayat : 27 yang artinya: Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): “Aku pasti membunuhmu!”. Berkata Habil: “Sesungguh nya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertaqwa”. ( Qs.Al-Maidah : 27 ).
Berqurban merupakan bentuk ketundukan dan kepatuhan kepada Allah SWT selain itu juga memiliki makna kerelaan memberikan apapun atau berapapun yang dimiliki bahkan hal yang sangat dicintaipun dikorbankan demi mendapatkan keridhoan Allah SWT.
Maka berqurban adalah bentuk representasi jalan untuk mendekatkan diri kepada-Nya sebagai rasa syukur atas nikmat yang diberikan, sebab hakekat dari kekayaan hanyalah sekedar titipan Allah SWT.
Dalam ibadah qurban terkandung manfaat dan nilai mulia bagi pelakunya yaitu menghilangkan sifat tercela dan karakter buruk yang ada dalam diri seseorang, seperti sifat tamak, serakah, rakus, dan ingin menang sendiri.
Ketika hilang semua sifat buruk tersebut muncul kepedulian sosial kepada sesama.
Ibadah qurban sering diistilahkan dengan udhiyah atau dhadiyyah yang secara harfiah berarti hewan sembelihan yang dilaksanakan pada bulan Dzulhijjah pada tanggal 10, 11, 12 dan 13 ( hari tasyrik ) atau bertepatan dengan Hari Raya Idul Adha.
Disyariatkannya qurban sebagai simbol pengorbanan hamba kepada Allah SWT, bentuk ketaatan kepada-Nya dan rasa syukur atas nikmat kehidupan yang diberikan kepada hamba-Nya.
Bersyukur atas nikmat kehidupan dengan berqurban dalam arti menyembelih binatang dapat dilihat dari dua sisi yaitu:
Pertama, bahwa penyembelihan hewan tersebut merupakan sarana memperluas hubungan baik terhadap kerabat, tetangga, tamu dan saudara sesama muslim. Semua itu dilakukan merupakan fenomena kegembiraan dan rasa syukur atas nikmat Allah SWT kepada manusia. Dan inilah bentuk pengungkapan nikmat yang dianjurkan dalam Islam: “Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur)”(QS Ad-Dhuhaa 11).
Kedua, sebagai bentuk pembenaran terhadap apa yang datang dari Allah SWT. Bahwa Allah SWT menciptakan hewan ternak itu adalah nikmat yang diperuntukkan bagi manusia, dan Allah mengizinkan manusia untuk menyembelih binatang ternak tersebut sebagai makanan bagi mereka.
Bahkan penyembelihan ini merupakan salah satu bentuk pendekatan diri kepada Allah SWT. Berqurban merupakan ibadah yang paling dicintai Allah SWT di hari Nahr, sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat At-Tirmidzi dari ‘Aisyah RA.
Bahwa Nabi SAW bersabda: “Tidaklah anak Adam beramal di hari Nahr yang paling dicintai Allah melebihi menumpahkan darah (berqurban). Qurban itu akan datang di hari kiamat dengan tanduk, bulu dan kukunya. Dan sesungguhnya darah akan cepat sampai di suatutempat sebelum darah tersebut menetes ke bumi. Maka perbaikilah jiwa dengan berqurban”( HR. At-Tirmidzi ).
Artikel Terkait
Yok, Baca Al-Qur'an Setiap Hari, Penuh Keberkahan
Lagi Membaca AlQur'an Lalu Azan Berkumandang, Apa Sikap Kita?
Jubah Integritas
Kesempatan untuk Bertobat
Berikut Keutamaan Membaca 2 Ayat Terakhir Surat At Taubah
Visi Tranformatif Ibadah Haji Pasca Pandemi