Oleh: Hasan Basri Tanjung
Allah SWT memberikan karunia yang berbeda kepada setiap manusia, baik umur, ilmu, harta, anak dan istri, suami, ataupun lainnya. Akan tetapi, diberikan modal yang sama kepada siapa pun, di mana pun, dan kapan pun, yakni waktu. Satu menit 60 detik, satu jam 60 menit, satu pekan tujuh hari, satu bulan 30 hari, dan satu tahun 365 hari.
Ketika karunia tersebut lenyap, masih mungkin dapat gantinya. Namun, jika waktu yang hilang, tidak mungkin diperoleh gantinya.
Imam Ali bin Abi Thalib pernah berkata, “Rezeki yang tidak diperoleh hari ini masih dapat diharapkan perolehannya lebih banyak pada hari esok. Namun, waktu yang berlalu hari ini tidak mungkin kembali esok.” Artinya, manakala waktu sirna maka yang tinggal hanya penyesalan yang tiada berguna.
Ketika karunia tersebut lenyap, masih mungkin dapat gantinya. Namun, jika waktu yang hilang, tidak mungkin diperoleh gantinya.
Pakar tafsir Prof Quraish Shihab dalam buku Wawasan Al-Qur'an menguraikan bahwa dalam Alquran ada empat kata yang semakna dengan waktu. Pertama, ajal yang berarti waktu berakhirnya sesuatu, seperti usia manusia atau masyarakat (QS Yunus [10]: 49).
Kedua, dahr, yakni saat berkepanjangan yang dilalui dalam kehidupan dunia ini. Yang dimaksud di sini adalah sejak alam ini diciptakan sampai punah (QS al-Insan [76]: 1). Ketiga, waqt, yaitu batas akhir kesempatan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan, seperti shalat (QS an-Nisa' [4]: 103).
Keempat, 'ashr, yakni menunjukkan waktu menjelang terbenam matahari atau masa pada saat manusia harus bekerja memeras keringat dan pikiran (QS al-'Ashr [103]: 1-3).
Setidaknya ada lima tahapan masa yang dilalui. Pertama, proses penciptaan. Alam pertama yang dilalui manusia adalah alam ruh. Kemudian, alam kandungan dan mengalami proses yang terikat waktu, mulai dari air mani menjadi segumpal darah, lalu segumpal daging dan tulang belulang dibungkus daging hingga menjadi makhluk berbentuk lain (QS al-Mukminun [23]: 14).
Proses satu tahap ke tahap berikutnya membutuhkan masa 40 hari. Pada usia janin 120 hari, diembuskan ruh dan ditetapkan empat perkara, yakni rezeki, ajal, sengsara, atau bahagia (HR Bukhari).
Janin dalam kandungan selama sembilan bulan dan disusui dua tahun (QS al-Baqarah [2]: 233). Lalu, ia beranjak kanak-kanak, remaja, dan baligh hingga berusia 40 tahun (QS al-Ahqaf [46]: 15). Ada yang pendek umurnya dan ada yang sampai lanjut usia (QS Fathir [35]: 11).
Kedua, pelaksanaan ibadah. Manusia diciptakan untuk mengemban tugas pengabdian (QS az-Zariyat [51): 56) dan kekhalifahan (QS al-Baqarah [2]: 30). Allah SWT telah mengatur bentuk dan waktu ibadah, seperti shalat (QS an-Nisa' [4]: 103).
Zakat pun bergantung pada cukupnya waktu (haul), yakni setahun (HR Ahmad). Begitu juga puasa pada bulan Ramadhan (QS al-Baqarah [2]: 183). Ibadah haji mulai hari tarwiyah, wukuf di Arafah, bermalam di Muzdalifah, lalu ke Mina melontar jamrah hingga tawaf pada 8-13 Dzulhijah.
Demikian juga ibadah sunah sudah diatur waktunya oleh Nabi SAW. Jika ibadah tersebut tidak dikerjakan pada waktunya maka tidak sah (batal).
Ketiga, mencari penghidupan. Setelah dewasa dan berkeluarga, seseorang wajib mencari nafkah untuk menghidupi diri dan keluarganya. Agama mewajibkan seorang Muslim bekerja keras, cerdas, ikhlas, dan tuntas sebagai ibadah (QS at-Taubah [9]: 105).
Artikel Terkait
Tindakan Sederhana yang Membantu Memudahkan Umat Islam Bersedekah
Pakar AlQur'an Jelaskan Kedudukan Seorang Ayah Penjaga Keluarga dari Api Neraka
Hanya Allah SWT Tempat Segala Keluh Kesah
Bagaimana Dapat Dekat dengan Allah SWT, Sementara Dunia Masih Menguasai Hati Kita?
Apa Hukumnya Bekerja di Tempat Maksiat?