Oleh: Hasanuddin Z Abidin
Sebagai manusia kita tidak lepas dari dosa, kesalahan, dan kelalaian. Dosa, kesalahan, dan kelalaian terhadap Allah, orang lain, maupun amanah yang kita emban. Kesemuanya akan membebani perjalanan hidup kita.
Memasuki tahun yang baru, seyogianya kita membersihkan diri dari segala yang masih mengotori jiwa agar kita lebih tenteram dan bersemangat menjalani episode hidup selanjutnya. Dalam terminologi agama, caranya dinamakan bertobat.
Secara bahasa, tobat berasal dari akar kata taaba, aaba, dan anaaba yang kesemuanya berarti kembali. Bertobat adalah kembali ke jalan hidup yang diridhai Allah. Jalan hidup yang baik, benar, dan menenteramkan hati.
Bertobat akan membuat kita beruntung dalam kehidupan ini.
Bertobat akan membuat kita beruntung dalam kehidupan ini, sebagai mana dijanjikan Allah, “Bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung” (QS an-Nur [24]: 31).
Rasulullah SAW pun memuji mereka yang bertobat. “Setiap anak keturunan Adam bersalah, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah mereka yang bertobat” (HR at-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Para ulama sudah merumuskan tiga syarat untuk sahnya tobat, yaitu menyesali dosa, kesalahan, dan kelalaian yang pernah kita lakukan; melepaskan diri dan berhenti melakukan semuanya; serta bertekad kuat untuk tidak mengulanginya lagi.
Seandainya dosa dan kesalahan kita melibatkan orang lain, maka di samping ketiga syarat di atas, kita juga harus meminta maaf (ampunan)-nya, dan memenuhi semua persyaratan dan kewajiban yang terkait.
Agar tobat kita dapat berkelanjutan, para ulama juga menganjurkan kita untuk lebih mendekat dengan orang/komunitas yang agamanya baik dan berahlak mulia serta terus berusaha meningkatkan iman, ilmu, dan amal dalam aktivitas keseharian. Membantu meringankan beban, duka, dan permasalahan orang lain, juga akan menambah keberkahan pada tobat kita.
Dalam kehidupan modern yang bernuansa materialistis dan penuh godaan dalam beragam bentuk saat ini. Potensi kita terlibat dalam dosa, kesalahan, dan kelalaian menjadi semakin besar dan kerap tidak kita sadari.
Jangan menunda-nunda tobat, karena kita tidak pernah tahu, kapan kematian akan mendatangi kita.
Karenanya kita perlu bertobat secara berkelanjutan setiap harinya. Kita harus meniru Rasulullah SAW, yang meskipun sudah punya kedudukan yang sangat mulia di sisi Allah, tapi beliau tetap “beristighfar dan meminta tobat kepada Allah dalam sehari lebih dari tujuh puluh kali” (HR Al-Bukhari).
Jangan menunda-nunda tobat, karena kita tidak pernah tahu, kapan kematian akan mendatangi kita.
Pada tataran yang lebih tinggi, tobat tidak hanya kita lakukan karena dosa, kesalahan, dan kelalaian saja. Kalau mengacu kepada firman Allah SWT, “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri” (QS al-Baqarah [2]: 222), seyogianya kita selalu bertobat dalam setiap kondisi seperti yang dicontohkan Rasulullah SAW.
Meskipun kita telah dijauhkan dari dosa, kesalahan, dan kelalaian oleh Allah, kita tetap perlu terus bertobat agar kita dijauhkan dari rasa sombong, riya, dan ujub. Di samping itu, tobat dalam ketaatan sejatinya adalah bentuk syukur kita kepada Allah SWT.
Wallahu a’lam. ***
Artikel Terkait
Tindakan Sederhana yang Membantu Memudahkan Umat Islam Bersedekah
Pakar AlQur'an Jelaskan Kedudukan Seorang Ayah Penjaga Keluarga dari Api Neraka
Hanya Allah SWT Tempat Segala Keluh Kesah
Bagaimana Dapat Dekat dengan Allah SWT, Sementara Dunia Masih Menguasai Hati Kita?
Apa Hukumnya Bekerja di Tempat Maksiat?
Semua Ada Waktunya
7 Kalimat Sehari-hari Agar Dekat dengan Allah SWT dan Bernilai Ibadah