Oleh: Muhammad Rajab
Nabi Muhammad SAW berpesan dalam hadisnya, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia berkata yang baik atau diam.” (HR Bukhari no 6019).
Hadis ini menunjukkan betapa pentingnya mengendalikan lisan agar selalu berkata yang baik dan menahan diri dari perkataan kotor dan dusta.
Pesan Nabi SAW tersebut dapat diimplementasikan dalam bentuk mengamalkan adab-adab dalam berbicara. Misalnya, berkata dengan penuh sopan santun, menghindari pembicaraan yang tidak penting. Menahan pembicaraan yang mengandung unsur permusuhan, penghinaan, cacian, merendahkan orang lain, dusta, serta menghindari ghibah atau membicarakan aib orang lain.
Maka dari itu, sebelum berbicara hendaknya kita memikirkan dulu, apakah yang akan kita katakan baik atau tidak, dapat menyinggung perasaan orang lain atau tidak. Sebab, ketika sebuah ucapan sudah terlanjur diungkapkan dan menyakitkan orang lain, maka sulit untuk ditarik kembali. Ada pepatah mengatakan bahwa lisan itu lebih tajam dari pedang.
Dalam sebuah riwayat juga telah dijelaskan akibat dari orang yang tidak berpikir sebelum berucap. "Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan kalimat tanpa dipikirkan terlebih dahulu, dan karenanya dia terjatuh ke dalam neraka sejauh antara timur dan barat." (HR Muslim no 2988).
Diam adalah pilihan terbaik dalam menjaga lisan ketika kita tidak mampu untuk berkata yang baik.
Karena itu, diam adalah pilihan terbaik dalam menjaga lisan ketika kita tidak mampu untuk berkata yang baik. Sebab, baik buruk dan keselamatan seseorang juga ditentukan oleh seberapa baik ia dalam mengendalikan lisannya.
Banyak orang menjadi mulia karena lisannya. Namun, tak sedikit pula yang terjerumus dalam kehinaan karena tak mampu menahannya.
Mengingat pentingnya perkara menjaga lisan ini, Islam memberikan aturan dan rambu-rambu khusus agar umatnya selamat dari bahaya lisan. Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu sekalian kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki amalan-amalanmu dan mengampuni dosa-dosamu. Barangsiapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenengan yang besar.” (QS al-Ahzab [33]: 70-71)
Selain itu, Islam memandang bahwa menjaga lisan menjadi tolok ukur tinggi rendahnya keislaman dan keimanan seseorang. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda, “Seorang Muslim adalah seseorang yang orang Muslim lainnya selamat dari gangguan lisan dan tangannya.” (HR Muslim no 41).
Begitu pentingnya menjaga lisan, sampai-sampai Rasulullah SAW memberikan jaminan bagi orang yang mampu mengendalikan lisannya dengan surga.
Begitu pentingnya menjaga lisan, sampai-sampai Rasulullah SAW memberikan jaminan bagi orang yang mampu mengendalikan lisannya dengan surga. Dalam hadisnya Nabi SAW bersabda, “Barang siap menjaminku akan menahan apa yang ada di antara kedua janggutnya (lisan) dan kedua kakinya (kemaluan), maka aku jamin baginya surga.” (HR Bukhari no 6474).
Dalam kitab Tahdzibu Mau’idzatil Mukminin Min Ihya’ Ulumiddin disebutkan bahwa Abdullah bin Mas’ud berkata, “Demi Allah yang tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Dia, tidak ada sesuatu yang perlu dipenjara dalam waktu yang lama selain lisan.”
Sedangkan, Thawus mengatakan, “Lisanku adalah binatang buas. Jika aku melepaskannya maka dia akan memakanku.”
Di era informasi seperti saat ini menjaga lisan agar selalu berkata yang baik juga dapat dimaknai dengan mengendalikan postingan di media sosial. Apa yang kita unggah di media sosial seharusnya berada dalam kontrol yang baik.
Sebab, yang ditulis bukan hanya akan dibaca oleh satu atau dua orang, tetapi sudah menjadi konsumsi publik. Dalam kondisi demikian mestinya kehatian-hatian perlu lebih ditingkatkan lagi. Wallahu a’lam. **
Artikel Terkait
Selalu Bertobat
Sebelum Berkata, Perhatikan Dulu Nasihat Imam Syafi'i Berikut ini
Bagaimana Adab Membaca AlQur'an dari Ponsel?
Rezeki dari Allah Tidak Hanya Gaji
Nasib Malang Tukang Fitnah