Baca Juga: Miris! 20 Gajah Mati dengan Perut Penuh Sampah Plastik
Dalam kearifan lokal tercermin kemampuan kebudayaan setempat dalam menghadapi pengaruh kebudayaan luar yang semakin memberikan tekanan terhadap segala tradisi yang berkembang di masyarakat.
Kearifan lokal juga bisa dipahami sebagai sebuah gagasan, perilaku, atau tindakan yang bersifat murni dari tradisi dan kepercayaan masyarakat berdasarkan pengalaman hidup di suatu daerah yang masih mempertahankan kebudayaan sebagai hasil karya, cipta, dan karsa bagi mereka.
Masyarakat Indonesia umumnya dan Kepri khususnya bersifat religius, sehingga berbagai aspek perilaku kehidupan tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai dan budaya keagamaan.
Oleh karena itu salah satu ciri dari local genius biasanya ‘sangat terkait dengan sistem kepercayaan (Al Wasilah: 2009 ). Bagi mazhab positifisme, agama - sebagaiana juga seni dan sain - adalah bagian dari puncak-puncak ekspresi kebudayaan sehingga keduanya sering dikatagorikan sebagai civilization (peradaban), bukan sekedar kultur.
Namun, bagi kalangan teolog dan orang-orang yang beragama, kebudayaan adalah perpanjangan dari perilaku agama. Atau paling tidak agama dan budaya masing-masing memiliki basis ontologis yang berbeda, sekalipun keduanya tidak bisa di pisahkan. Agama bagaikan ruh yang datang dari langit, sedangkan budaya adalah jasad bumi yang siap menerima ruh agama, sehingga pertemuan keduanya melahirkan peradaban.
Kearifan lokal dan budaya keagamaan harus dikelola dengan baik. Jika tidak, dapat dipastikan akan mengganggu kerukunan beragama sehingga toleransi umat beragama menjadi lentur.
Baca Juga: Liverpool ke Final Piala Liga Inggris Usai Tundukan Arsenal 2-0
Nilai agama yang telah menjadi budaya bangsa jangan sampai terbentur dengan nilai tradisi yang sudah tertanam kuat dalam masyarakat di Nusantara. Untuk itu berbagai krisis yang bernuansa etnis, tradisi, budaya dan agama akhir-akhir ini sudah cukup sebagai bukti, dan ini merupakan wake up call bagi kita, untuk melakukan langkah-langkah perubahan yang drastis dalam memposisikan agama dan kearifan local di Nusantara.
Kita tentu tidak setuju dengan paham sekularisme dalam arti meremehkan, mempersempit dan meniadakan sama sekali peran agama. Tetapi jika sekularisasi dipahami sebagai pembagian kerja, sebagai petunjuk kebenaran dan kekuasaan serta memperjelas antara wilayah budaya dan tradisi dan wilayah peran agama, maka model itu sangatlah bijak untuk bangsa majemuk di Indonesia. Dengan begitu jika terjadi konflik keagamaan maka penyelesainnya menjadi rasional, obyektif, bukan berdasarkan ediologi dan emosi mayoritas-minoritas.
Kearifan lokal sesungguhnya merupakan asset budaya dan asset politik yang dapat menciptakan jalinan dialektis serta saling isi mengisi antara agama dan budaya di Indonesia.
Selama ini kehadiran agama telah menjadi kohesi dan identitas sosial bagi masyarakat. Ini tentu menjadi bukti nyata bahwa agama dan kearifan lokal pada dasarnya saling membutuhkan dan secara kreatif telah memperkaya mozaik peradaban Indonesia.
Sayangnya kreativitas ini kurang dikembangkan dan dipelihara karena bangsa ini terlalu sibuk dengan konflik politik dan kepentingan serta mabuk pembangunan.
Selain itu yang sangat dikhawatirkan adalah keterlibatan agama dalam tradisi politik berbangsa yang tidak bijak. Hal ini dapat diperparah ketika agama justru terlalu jauh terlibat dalam perebutan kekuasaan politik yang berlangsung secara uncivilized (Dr, Komaruddin Hidayat: 2003).
Ditambah lagi oleh gelombang modernisasi-globalisasi dan demokratisasi yang telah membuka peluang bagi kebangkitan kelompok-kelompok tradisi agama dan budaya yang menggunakan simbol agama untuk kepentingan kelompok.
Dalam situasi demikian yang kita perlukan adalah sebuah gerakan keagamaan dan kebudayaan yang memiliki misi emansipatoris dan perdamaian, bukan panggung agama dan sinetron yang menawarkan mimpi, pelarian dan kesejukan sesaat, sementara kondisi masyarakat tidak berubah dan tidak tergerakkan oleh aktivitas mereka.
Kita setuju dan dan mendukung pluralitas ekspresi budaya dan agama, tetapi hendaknya memiliki misi yang sama yaitu pemberdayaan dan pencerahan masyarakat dalam rangka memperkuat posisi civil society sebagai kekuatan kritik terhadap negara demi terwujudnya masyarakat yang demokratis, berkeadilan dan beradab.
Artikel Terkait
Catat! Berikut Jadwal Timnas Putri Indonesia di Piala Asia Wanita 2022, Live di iNewsTV
Miris! 20 Gajah Mati dengan Perut Penuh Sampah Plastik
Hakim PN Surabaya yang Ditangkap KPK Pernah Bebaskan Koruptor
Timnas Indonesia vs Timor Leste Digelar 27 dan 30 Januari
Pasien Omicron Bisa Isolasi Mandiri di Rumah, Ini Syaratnya
Jadi Tersangka, Hakim Itong Isnaeni Hidayat Protes ke Wakil Ketua KPK