(Refleksi Tahun Baru Hijrah 1444 H/2022 M)
Oleh: H.Muhammad Nasir. S.Ag., M.H., Kakan Kemenag Lingga
Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita ini dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk.( Qs. Al-Kahfi ; 13 )
Perjalanan Hijrah Nabi Muhammad SAW sarat dengan makna dan hikmah yang dapat dijadikan pembelajaran bagi kehidupan manusia. Tahun baru Hijrah merupakan tonggak sejarah dimulainya babak baru kehidupan yang sangat menentukan masa depan religious umat beragama. Sebab itu setiap kali kita memperingati tahun bari Hijrah, selalu memberikan banyak pelajaran yang dapat kita jadikan sandaran dan pedoman dalam kehidupan beragama.
Memperingati tahun baru hijrah berarti kita menapak tilas semangat sejarah perintah Hijrah Rasulullah SAW. Kita tidak menceritakan sejarah Hijrah tersebut di sini, tetapi yang ingin kita sampaikan bahwa hijrah merupakan perintah Allah SWT yang mengandung butiran hikmah nilai-nilai kehidupan yang tak pernah kering dibicarakan.
Prof. Dr, Jalaluddin Rahmat MA, menjelaskan, Hijrah itu memiliki tiga tingkatan yaitu: pertama Hijrah maknawiyah, yaitu hijrah dari kejelekan menuju kebaikan; kedua, Hijrah tempat, yaitu Hijrah yang dilakukan ketika tempat yang kita gunakan menimbulkan kesempitan untuk ibadah dan kita melihat ada tempat lain yang lebih bisa memberikan keleluasaan. Al-Quran menyebutkan, “Barang siapa yang hijrah di jalan Allah , maka ia akan menemui di bumi keuntungan yang banyak dan rezki yang luas” ( Qs An-Nisa’: 100 ). Dan ketiga ; Hijrah untuk menegakkan sistem Islam dan mengganti sistem Jahiliyah. Hal ini tidak kita uraikan di sini.
Para ahli sejarah Islam sepakat bahwa peristiwa Hijrah sangat banyak melibatkan para pemuda kala itu. Tercatat dalam sejarah, bahwa pemuda yang terlibat diantaranya adalah Mush’ab bin ‘Umair, Ja’far bin Abi Thalib dan ‘Ali bin Abi Thalib.
Mereka adalah para pemuda teladan yang tangguh dalam pendirian dan cinta sejati kepada Rasulullah SAW. Mereka adalah pemuda yang memiliki iman yang kuat dan tidak goyah menghadapi tantangan dan ancaman. Nah dalam kontek kehidupan modern hari ini, masih adakah pemuda yang memiliki semangat dan cinta seperti mereka.
Jawabannya tentu ada. Lalu bagaimanakah kita membangun iman generasi muda agar kokoh, kuat dan tidak terpengaruh oleh perkembangn dunia global yang sangat pesat? Inilah yang ingin kita ulas dalam ertikel yang singkat ini.
Membaca ulang iman generasi kita saat ini bukanlah sesuatu yang dilarang, apalagi jika dilakukan dengan niat untuk menyempurnakan dan menjadikannya sebagai semangat membangun generasi muda masa depan. Gagasan ini sangat tepat jika di lihat dalam kontek peradaban generasi modern saat ini.
Membaca iman dalam arti demikian tidak lain adalah upaya memposisikan iman kembali tampil sebagai factor penggerak motivasi kehidupan seperti di era disrupsi saat ini. Dalam artikel ini yang kita maksudkan dengan generasi milenial adalah generasi yang lahir dari rahim globalisasi dengan segala dampaknya. Sebab itu dalam ayat yang kita kutip di atas Allah swt menggambarkan dengan indah bahwa generasi terbaik adalah generasi beriman.
Kehadiran globalisasi telah membawa pengaruh besar terhadap kehidupan suatu bangsa dan generasinya. Pengaruh tersebut melipui dua sisi yaitu pengaruh positif dan pengaruh negatif. Diantara pengaruh positif terhadap generasi bangsa adalah berkembangnya sikap terbuka dan pergaulan global dan berani mengeluarkan pendapat terhadap ide-ide baru yang berkembang. Sementara pengaruh negative terhadap generasi bangsa adalah menurunnya nilai-nilai moral dan akhlak di tengah masyarakat.
Dalam pandangan para ahli bahwa globalisasi telah me-strukturisasi cara hidup manusia dengan caran instan yang nyaris dalam seluruh asfek kehidupan. Tidak terkecuali dalam kehidupan beragama. Pengaruh globalisasi telah menjadikan lingkungan strategis agama seakan-akan dirancang dengan cara yang se-simpel mungkin sehingga agama (baca: iman ) hadir hanya pada waktu-waktu tertentu saja, itu pun hanya sekedar gugur kewajiban. Akibatnya hanya sedikit sekali contoh teladan yang dipraktekan ketimbang budaya global yang membanjiri kehidupan.
Mencermati kondisi tersebut, seorang ahli pendidikan Thomas Lickona ( 2011 ) pernah mengingatkan bahwa pentingnya memberikan perhatian terhadap gejala global yang memperlihatkan kecenderungan retaknya kehidupan keluarga ( the breakdown of the family ), meledaknya budaya-budaya pop oleh dorongan industry media, menguatnya meterialisme, dan kecenderungan mementingkan diri sendiri ( self-centeredness ) di kalangan generasi muda , serta krisis yang ditimbulkan oleh pergaulan bebas melalui jarigan internet.
Banyak para ahli mengatakan bahwa generasi yang lahir dari peradaban global merupakan generasi yang sangat komplek, rentan dan penuh masalah. Mereka hidup dalam tatanan dunia yang berubah dan tak menentu. Kehidupan diwarnai dengan krisis moral dan karakter yang menyedihkan. Secara factual krisis yang sedang dihadapi memiliki tiga dimensi yaitu krisis integritas, krisis etos kerja dan krisis kepercayaan.
Artikel Terkait
Yok, Bersedekah, Bisa jadi Penolong pada Hari Kiamat Kelak!
Orang yang Menikah Mendapat Jaminan dari Allah SWT
Sepulang dari Tanah Suci
Catat Ya, Bercanda juga Ada Adab dan Batasannya
Bagaimana Berbakti pada Orang Tua yang Telah Wafat?
Keberadaan Anak-Anak di Masjid Kerap Picu Dilema, Bagaimana Sikap Kita?
Baru Islam 1 Muharram 144 H, Berikut Doanya